BenniSobekti.com – Tips Penjurian Bonsai Yang Ideal Di Setiap Pameran Bonsai, Assalamualaikum broo malam ini saya akan berikan kembali sebuah artikel mengenai penjurian bonsai yang ideal.

Disetiap pameran bonsai tentunya selalu ada namanya para juri yang akan menilai sebuah bonsai yang telah di ikut serakan dalam sebuah pameran atau kontes tersebut ya lor.

Nah makanya harus adanya penjurian yang ideal di setiap pameran bonsai. Oleh karena itu silahakan sedulor bonsai dan tanaman hias di seluruh dunia maya silahkan baca artikel saya ini sampai habis ya.

Baca juga: Pameran & Kontes Bonsai Lokal 2019 Di Kota Semarang

Tips Penjurian Bonsai Yang Ideal

Dalam setiap pameran (kontes) bonsai selalu terjadi kontroversi soal yang akan terjadi evaluasi para juri. Ketidak-puasan selalu saja timbul dalam banyak sekali bentuknya.

Model penjurian yang selama ini dilakukan PPBI diklaim ketinggalan jaman. Maka ada contoh penilaian cara lain . Meski ternyata, hal ini jua tidak lepas berasal kontroversi pula.

Selama ini, model penjurian yang dilakukan sang Juri PPBI adalah menggunakan metode kuantitatif. Bahwa setiap bonsai peserta pameran dinilai pada bentuk angka-angka.

Sehingga akhirnya dapat direkap serta diketahui bonsai mana yg mendapatkan nilai tertinggi. Itu sebabnya dalam sebuah kontes, panitia akhirnya dapat mengungkapkan Best Bonsai in Show, The Best Ten, The Best in Size atau The Best in Species.

Pada sisi yang lain, ada contoh penjurian (sebut saja) kualitatif, yaitu memilih bonsai-bonsai yg terbaik berdasarkan penilaian masing-masing juri.

Kemudian dilakukan cross check sehingga akhirnya ditemukan sejumlah bonsai terbaik. anugerah angka dapat dilakukan sesudah ditemukan nominasi bonsai terbaik tersebut.

Masing-masing contoh penilaian tadi seolah-olah menjadi 2 kutup dalam kontes bonsai. contoh kuantitatif dilakukan PPBI, sedangkan model kualitatif dilakukan dalam pameran non-PPBI.

Meskipun, PPBI sendiri pernah melakukan contoh penilaian kualitatif, yaitu saat dilangsungkan pameran ASPAC di Bali tahun 2007. Hal ini karena seluruh jurinya dari berasal luar negeri.

Tanpa bermaksud mempertentangkan 2 contoh penilaian tadi, setidaknya contoh kedua (kualitatif) ada sebab ada ketidak-puasan terhadap penilaian kuantitatif yang dilakukan juri-juri PPBI.

Suara-suara yg selama ini muncul, menganggap bahwa juri tidak mengikuti perkembangan dunia bonsai. Itu sebabnya bonsai yang menang kebanyakan gaya formal.

Atau bonsai yang “memohon” (menyerupai pohon kecil). Sedangkan bonsai gaya “pada masa ini” dipastikan tidak akan menerima juara.

Kecenderungan seperti ini disebut Mengganggu perkembangan bonsai. ketika bonsai telah memasuki daerah seni, maka aspek estetik sangat penting diperhitungkan.

Baca juga: Pameran Nasional BSAPI Bonsai & Suiseki Alliance of the Philippines

Penjurian Bonsai Yang Ideal Dalam Pameran Bonsai

Bonsai tidak mampu hanya semata-mata dievaluasi berdasarkan nomor -nomor kuantitatif belaka, melainkan harus pula memperhitungkan aspek estetikanya.

Menggunakan kata lain, bahwa dalam seni bonsai terkandung pula ekspresi pembuatnya (baca: seniman bonsai). Hanya saja, satu-satunya kontes bonsai yg masih ”diakui” selama ini adalah model evaluasi kuantitatif gaya PPBI itu tersebut.

Apa boleh buat. Orang boleh saja protes, tidak puas, menolak dan sebagainya, tetapi selama mengikuti pameran PPBI maka wajib tunduk pada aturan penjurian yang telah dibakukan sang satu-satunya perkumpulan penggemar bonsai pada Indonesia itu.

Menggunakan kata lain, bila tidak setuju model penilaian seperti itu, ya gak usah ikut pameran. ‘Dan memang begitulah yg terjadi selama ini.

Sudah semakin banyak orang-orang yang menolak penjurian model PPBI, kemudian bersikap “dewasa” dengan cara tidak ikut pameran.

Bahkan, terdapat jua yang terang-terangan menolak ikut pameran sebab ada oknum juri yang dianggapnya tidak credible pada melakukan penilaian.

Terdapat pemain bonsai senior yang terang-terangan menolak ikut pameran jikalau nama-nama tertentu tercantum menjadi anggota Tim Juri.

Serta hal ini, sah-legal saja dilakukan. Ketimbang memaksakan diri ikut, akan tetapi kemudian ngomel-ngomel terhadap hasil penilaian.

Tentu saja, kondisi ini sebagai bahan introspeksi bagi Juri PPBI sendiri. Mereka perlu melakukan evaluasi, baik terhadap sistem, juga personal jurinya sendiri. perbaikan wajib terus menerus dilakukan.

Karena seni bonsai terus berkembang. masalah laju upaya pemugaran itu masih belum sebanding dengan tahapan perkembangan seni bonsai, yang penting telah ada upaya memperbaiki, serta tidak bersikukuh pada status quo.

Berbagai Pendapat Penjurian Bonsai

Kontroversi contoh penilaian bonsai yg ideal ini pernah dimunculkan ke permukaan sang majalah Green Hobby (telah tidak terbit lagi, red) lebih kurang 2 tahun yang lalu.

Pendapat Freddy, Sulistiyanto, Robert Steven serta Gunawan, di bawah ini, disarikan asal majalah tadi. Menurut Freddy Kustianto, mantan ketua Dewan Juri PPBI, juri bonsai harus menguasai ilmu botani.

Tidak bisa hanya menilai bonsai semata-mata hanya berasal segi penampilannya saja. Juri harus kuasai karakter masing-masing jenis pohon, memahami habitatnya, sebagai akibatnya jua harus memahami taraf kesulitannya.

Sehingga, tidak bisa dilakukan evaluasi dengan menyamaratakan seluruh jenis tanaman. wajib terdapat evaluasi berdasarkan spesiesnya, dan jua ukurannya.

ad interim Sulistiyanto Soejoso, salah satu pendiri PPBI Sidoarjo, berpendapat sebaliknya. Juri bonsai tak perlu memperhitungkan aspek botani, karena pada prakteknya juri kita memang bukan ahli botani.

Aspek kesehatan juga tidak perlu diperhitungkan, karena bonsai yang tampil mustinya harus sehat. Bonsai artinya karya seni rupa, jadi wajib dinilai berdasarkan penampilannya belaka.

Tidak mungkin juri menguasai seluruh jenis pohon sebagaimana mengenalnya menggunakan baik pada alam. Sedangkan Gunawan Wibisono, ketua Dewan Juri PPBI, secara awam menyatakan, bahwa sistem penjurian bonsai yang dilakukan selama ini sebetulnya merupakan bagian dari proses pembelajaran bagi para penggemar bonsai.

Itulah sebabnya ada rapor penilaian yg dirancang dalam setiap kontes. Memang poly yang tidak sinkron menggunakan yg diinginkan menjadi penjurian yang ideal, tetapi tidak mampu menyalahkan juri saja. semua pemain bonsai wajib introspeksi.

Para Juri Dalam Penjurian Bonsai

Baca juga: Bonsai Kelapa Butuh Sebuah Pengakuan Dari Masyarakat

Umar Hs, sekretaris Dewan Juri yg ditemui sang majalah Jelajah Bonsai, menyampaikan bahwa pemugaran demi perbaikan terus menerus dilakukan sang Dewan Juri PPBI.

Bahwa sepanjang sejarah PPBI baru pada periode ini dilakukan pertemuan rutin setiap 6 (enam) bulan sekali antarjuri, yang selalu saja membahas upaya buat memperbaiki sistem penilaian.

Bahwa bonsai ialah sebuah karya seni, sudah direspon oleh para juri dengan mengubah metode evaluasi dengan mengutamakan aspek penampilannya lebih dulu, baru kemudian dinilai aspek-aspek yg lainnya.

Para juri jua diharuskan keliling lokasi pameran lebih dulu buat menerima ilustrasi umum tentang kualitas peserta, dan boleh melakukan penilaian darimana saja, jadi tidak pribadi memberi angka di bonsai yg pertama kali dilihatnya.

pada pertemuan yg diselenggarakan sang Asosiasi Klub Seni Bonsai Indonesia (Aksisain) pada Surabaya akhir Februari lalu, Wahjudi D. Soetomo jua mengemukakan model evaluasi tersendiri pada pameran bonsai.

Dari pendiri lembaga Komunikasi Bonsai Surabaya (FKBS) ini, ada tiga hal penting yg harus diperhatikan terkait penjurian bonsai. Yaitu, wawasan wacana bonsai, kriteria penilaian, serta kriteria juri itu sendiri.

Bahwa juri wajib menguasai betul apa yang diklaim bonsai itu. Bahwa bonsai disamping sebagai obyek jua menjadi subyek. Bonsai yg baik wajib memenuhi 2 faktor, yaitu organik dan estetik.

Terhadap dua aspek itulah dilakukan penilaian terhadap bonsai, sesuai obyektivitas dengan memakai ilmu pengetahuan serta wawasan ihwal bonsai yang baik menjadi pijakan.

Sedangkan sosok juri itu sendiri, haruslah orang yg punya wawasan luas perihal bonsai, bisa menghasilkan bonsai, punya karya tulis tentang bonsai dan memiliki reputasi baik di bidang bonsai secara nasional maupun internasional.

Pandangan dari orang luar bonsai, tiba berasal Suwarno Wisetrotomo, dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. berdasarkan kurator yang berpengalaman dalam banyak pameran senirupa nasional itu.

Penjurian justru harus mengutamakan kondisi kehidupan bonsai itu sendiri. Boleh-boleh saja bonsai memiliki ungkapan estetik yang indah.

Namun kalau lalu disiksa sedemikian rupa sebagai akibatnya tinggal hanya 2 daun misalnya, itu tidak dapat ditoleransi sama sekali.

Bahwa bonsai sudah mempunyai rumahnya sendiri, yaitu Seni Bonsai. karena itu diperlukan penjurian lintas disiplin buat menilai bonsai.

Tidak cukup hanya dari sisi estetisnya saja, sehingga bisa menyebarkan parameter dengan adanya perpektif bandingan berasal luar bonsai.

Pada kompetisi senirupa contohnya, kadang diharapkan seorang filsuf buat menyampaikan evaluasi berdasarkan keahliannya.

Baca juga:

Demikianlah sedikit dari saya, semoga dapat bermanfaat untuk kita semuanya, terimakasih sudah mapir untuk membaca artikel saya ini, jangan lupa untuk saran serta komentarnya. Wassalamualaikum. (bsc)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *